Sabtu, 01 Maret 2014

Jean 24601 Valjean; Pelarian 02:37:47 *judul opo iki :3*


(Catatan tentang film Les Miserable, Tom Hooper)

Ketika menonton film ini, saya merasa lelah luar biasa. Awalnya saya kira saya bosan karena semua dialog disampaikan dengan nada. Apa ya namanya. Pokoknya, setiap kali tokoh-tokohnya bicara, mereka menyanyikannya. Saya sempat menduga jangan-jangan orang Prancis memang berkomunikasi dengan cara itu? Agak mustahil, sih, dan konyol. Tapi mungkin saja. Eh tapi entahlah. Saya belum googling.. :3

Kembali ke rasa lelah, di akhir saya baru menyadari bahwa film ini rupanya punya durasi yang panjang; 02:37:47. Oh baiklah. Pantas saja mata saya pegal. Lebih-lebih, selain berdurasi panjang, film ini membuat saya banyak terharu dan bersedih sehingga saya juga banyak menangis.

Ada satu pesan yang dapat ditangkap tanpa perlu repot-repot mencerna; bahwa kebaikan akan selalu membawa kebaikan. Kebaikan selalu bisa diandalkan. Kebaikan selalu bisa dijunjung tinggi. Kebaikan selalu bisa dipertahankan. Kebaikan adalah selamanya kebaikan.

Tahun 1815, 20 tahun sejak dimulainya Revolusi Prancis, seorang tahanan bernama Jean Valjean dibebaskan secara bersyarat. Mulanya, ia dihukum 5 tahun hanya karena mencuri sepotong roti untuk saudaranya yang sedang sakit. Namun hukumannya diperpanjang hingga 19 tahun karena ia mencoba kabur. Setelah masa hukumannya berlalu dan diberi surat pembebasan bersyarat, Jean Valjean memang boleh keluar dari tahanan. Namun masyarakat mengucilkannya. Ia tak bisa mendapat pekerjaan, ia hidup menggelandang dan kelaparan.

Ia sedang meringkuk di emperan sebuah rumah ketika sang pemilik rumah datang dan menyuruhnya masuk. Mungkin Jean Valjean tak percaya lagi dengan kebaikan, mungkin ia sudah muak. Setelah disuguhi makanan, setelah diberi tempat yang nyaman untuk menginap, ketika penghuni rumah sudah tertidur, Jean Valjean justru mengendap-endap untuk mencuri barang-barang dan membawanya kabur. Paginya, ia ditangkap dan dibawa kembali ke rumah tempat ia menginap.

“Tuan-tuan?” ujar sang pemilik rumah.

Orang-orang yang menangkap Jean Valjean berkata (atau bernyanyi?), “Kami membawa barang perakmu. Kami menangkap pria ini dengan barang buktinya. Dia mengatakan kau yang memberikannya.”

Jean Valjean mengira ia akan digelandang ke tempat tahanan dan diperbudak lagi karena telah ketahuan mencuri. Tapi alangkah tertegunnya ia ketika sang pemilik rumah justru mengatakan bahwa barang-barang itu memang ia berikan untuk Jean Valjean. Setelah para penangkap itu pergi, pemilik rumah memberikan perak berharga untuk Jean Valjean.

“Kau harus menggunakan perak berharga ini untuk menjadi manusia yang luhur,” katanya. “Tuhan telah mengangkatmu dari kegelapan. Aku menyelamatkan jiwamu untuk Tuhan.”

Jean Valjean menangis. Ia tak percaya bahwa masih ada yang percaya ia masih memiliki jiwa. Ia pergi berdoa, meminta ampun pada Tuhan. Ia membuang surat pembebasan bersyaratnya karena bertekad akan jadi manusia baru. Ia melupakan masa lalunya yang kelam sebagai Jean Valjean.

Delapan tahun kemudian, ia menjadi walikota baik hati yang dihormati warganya.

Selain menjadi walikota, ia berhasil membangun pabrik besar dan mempekerjakan ribuan buruh. Harusnya ia bisa hidup tenang. Tapi suatu hari ia bertemu dengan Javert, seorang polisi yang delapan tahun lalu memberinya surat pembebasan bersyarat. Javert menaruh curiga bahwa jangan-jangan Sang Walikota adalah Jean Valjean, tahanan (bersurat pembebasan bersyarat) yang menghilang tanpa jejak bertahun-tahun silam. Ketika Javert akhirnya tahu bahwa Walikota memang Jean Valjean, dilakukanlah upaya-upaya penangkapan.

Alasan kenapa Walikota (atau Jean Valjean) tidak mau menyerahkan diri kembali, adalah karena ia punya ribuan buruh yang menggantungkan hidup kepadanya. Alasan lain kemudian bertambah lagi ketika ia bertemu perempuan cantik bernama Fantine, yang sedang sekarat. Fantine adalah seorang ibu, ia terlunta-lunta di jalanan, susah payah mencari uang untuk putri semata wayangnya yang bernama Cossete. Sebelum Fantine akhirnya meninggal dunia, Walikota berjanji bahwa ia akan menjaga dan membesarkan Cossete.

Maka ia membesarkan Cossete sambil terus menyembunyikan diri dari kejaran Javert.

Yang keren dari film ini, adalah, bahwa selain dua tokoh penipu yang memang pekerjaannya adalah menipu, tidak ada tokoh yang digambarkan jahat. Saya bahkan lebih suka karakter antagonis Eponine daripada Cossete yang notabene protagonis. Eponine adalah sepupu Cossete yang jatuh cinta pada Marius, tapi Marius jatuh cinta pada Cossete. Cinta Eponine yang bertepuk sebelah tangan dengan sangat menyedihkan ini membuat saya terkesan. Ia memang agak nakal karena menyembunyikan surat dari Cossete untuk Marius. Tapi di luar itu, Eponine tergambar begitu tabah dan keren.

Film ini mengandung banyak sekali muatan; sejarah Prancis, kalimat-kalimat puitis, tata krama, dan seperti yang saya bilang tadi, film ini memberi pelajaran bahwa kebaikan bisa dilakukan oleh siapa saja. Kebaikan akan selalu membawa kebaikan.[]

0 komentar:

Posting Komentar