(Catatan tentang film Les Miserable, Tom Hooper)
Ketika menonton film ini,
saya merasa lelah luar biasa. Awalnya saya kira saya bosan karena semua dialog
disampaikan dengan nada. Apa ya namanya. Pokoknya, setiap kali tokoh-tokohnya
bicara, mereka menyanyikannya. Saya sempat menduga jangan-jangan orang Prancis
memang berkomunikasi dengan cara itu? Agak mustahil, sih, dan konyol. Tapi
mungkin saja. Eh tapi entahlah. Saya belum googling.. :3
Kembali ke rasa lelah, di
akhir saya baru menyadari bahwa film ini rupanya punya durasi yang panjang;
02:37:47. Oh baiklah. Pantas saja mata saya pegal. Lebih-lebih, selain
berdurasi panjang, film ini membuat saya banyak terharu dan bersedih sehingga
saya juga banyak menangis.
Ada satu pesan yang dapat
ditangkap tanpa perlu repot-repot mencerna; bahwa kebaikan akan selalu membawa
kebaikan. Kebaikan selalu bisa diandalkan. Kebaikan selalu bisa dijunjung
tinggi. Kebaikan selalu bisa dipertahankan. Kebaikan adalah selamanya kebaikan.
Tahun 1815, 20 tahun sejak
dimulainya Revolusi Prancis, seorang tahanan bernama Jean Valjean dibebaskan
secara bersyarat. Mulanya, ia dihukum 5 tahun hanya karena mencuri sepotong
roti untuk saudaranya yang sedang sakit. Namun hukumannya diperpanjang hingga
19 tahun karena ia mencoba kabur. Setelah masa hukumannya berlalu dan diberi
surat pembebasan bersyarat, Jean Valjean memang boleh keluar dari tahanan. Namun
masyarakat mengucilkannya. Ia tak bisa mendapat pekerjaan, ia hidup
menggelandang dan kelaparan.
Ia sedang meringkuk di
emperan sebuah rumah ketika sang pemilik rumah datang dan menyuruhnya masuk.
Mungkin Jean Valjean tak percaya lagi dengan kebaikan, mungkin ia sudah muak.
Setelah disuguhi makanan, setelah diberi tempat yang nyaman untuk menginap,
ketika penghuni rumah sudah tertidur, Jean Valjean justru mengendap-endap untuk
mencuri barang-barang dan membawanya kabur. Paginya, ia ditangkap dan dibawa
kembali ke rumah tempat ia menginap.
“Tuan-tuan?” ujar sang pemilik
rumah.
Orang-orang yang menangkap
Jean Valjean berkata (atau bernyanyi?), “Kami membawa barang perakmu. Kami
menangkap pria ini dengan barang buktinya. Dia mengatakan kau yang
memberikannya.”
Jean Valjean mengira ia
akan digelandang ke tempat tahanan dan diperbudak lagi karena telah ketahuan
mencuri. Tapi alangkah tertegunnya ia ketika sang pemilik rumah justru
mengatakan bahwa barang-barang itu memang ia berikan untuk Jean Valjean.
Setelah para penangkap itu pergi, pemilik rumah memberikan perak berharga untuk
Jean Valjean.
“Kau harus menggunakan
perak berharga ini untuk menjadi manusia yang luhur,” katanya. “Tuhan telah
mengangkatmu dari kegelapan. Aku menyelamatkan jiwamu untuk Tuhan.”
Jean Valjean menangis. Ia
tak percaya bahwa masih ada yang percaya ia masih memiliki jiwa. Ia pergi
berdoa, meminta ampun pada Tuhan. Ia membuang surat pembebasan bersyaratnya
karena bertekad akan jadi manusia baru. Ia melupakan masa lalunya yang kelam
sebagai Jean Valjean.
Delapan tahun kemudian, ia menjadi
walikota baik hati yang dihormati warganya.
Selain menjadi walikota, ia
berhasil membangun pabrik besar dan mempekerjakan ribuan buruh. Harusnya ia
bisa hidup tenang. Tapi suatu hari ia bertemu dengan Javert, seorang polisi yang
delapan tahun lalu memberinya surat pembebasan bersyarat. Javert menaruh curiga
bahwa jangan-jangan Sang Walikota adalah Jean Valjean, tahanan (bersurat
pembebasan bersyarat) yang menghilang tanpa jejak bertahun-tahun silam. Ketika
Javert akhirnya tahu bahwa Walikota memang Jean Valjean, dilakukanlah
upaya-upaya penangkapan.
Alasan kenapa Walikota
(atau Jean Valjean) tidak mau menyerahkan diri kembali, adalah karena ia punya
ribuan buruh yang menggantungkan hidup kepadanya. Alasan lain kemudian
bertambah lagi ketika ia bertemu perempuan cantik bernama Fantine, yang sedang
sekarat. Fantine adalah seorang ibu, ia terlunta-lunta di jalanan, susah payah
mencari uang untuk putri semata wayangnya yang bernama Cossete. Sebelum Fantine
akhirnya meninggal dunia, Walikota berjanji bahwa ia akan menjaga dan
membesarkan Cossete.
Maka ia membesarkan Cossete
sambil terus menyembunyikan diri dari kejaran Javert.
Yang keren dari film ini,
adalah, bahwa selain dua tokoh penipu yang memang pekerjaannya adalah menipu,
tidak ada tokoh yang digambarkan jahat. Saya bahkan lebih suka karakter
antagonis Eponine daripada Cossete yang notabene protagonis. Eponine adalah
sepupu Cossete yang jatuh cinta pada Marius, tapi Marius jatuh cinta pada
Cossete. Cinta Eponine yang bertepuk sebelah tangan dengan sangat menyedihkan
ini membuat saya terkesan. Ia memang agak nakal karena menyembunyikan surat
dari Cossete untuk Marius. Tapi di luar itu, Eponine tergambar begitu tabah dan
keren.
Film ini mengandung banyak
sekali muatan; sejarah Prancis, kalimat-kalimat puitis, tata krama, dan seperti
yang saya bilang tadi, film ini memberi pelajaran bahwa kebaikan bisa dilakukan
oleh siapa saja. Kebaikan akan selalu membawa kebaikan.[]
0 komentar:
Posting Komentar